Friday, December 23, 2011

marry you.

Sekilas kalau mikirin soal pernikahan itu sepertinya gampang ya?
Dua orang saling mencintai, berjanji, berkomitmen untuk bersama-sama sampai maut memisahkan.
Ke KUA, catatan sipil, pemberkatan, resepsi........honey moon = HAPPILY EVER AFTER

really?

NGAREP

Nyatanya banyak kasus nyata kalau nikah itu sulit!
Gausah jauh-jauh contohnya, saya ngacung deh buat soal yang satu ini.

Kemarin ini sempat membicarakan cerita masa depan berdua.
Dari soal mau beli rumah aja sudah ribut.
Berlanjut ke masalah resepsi pernikahan, pemberkatan pernikahan (secara agama kita berbeda).
Terus belum cukup semua keribetan itu, ditambah lagi sebuah kenyataan besar: saya SUKA anjing, dia GASUKA anjing.

Bukan tidak suka yang gimana-gimana banget, cuma beberapa "ritual" khas di rumah sekarang adalah:
1. setiap malam anjing selalu masuk kamar dan kadang bobok bareng satu ranjang
2. setiap saat hobi cium-cium anjing kesayangan dan elus-elus gak pake cuci tangan (kecuali mau makan)
3. si doggy bebas naik turun sofa dan nonton tv kapanpun dia mau (hahaha lebay juga bagian nonton tv)

Dan hal-hal disebutkan di atas bisa jadi sebuah hal super penting yang beberapa orang tidak sukai.

Belum cukup mencoba adaptasi dan mengerti keanehan-keanehan di awal, harus juga berusaha mengakrabkan diri dengan keluarga besar kedua belah pihak (ya iyalah emang nikah cuma antara suami sama istri doang?)
Nah, terbayang belum ribetnya?
Saya sih sudah.

Belum lagi masalah materi.
Nikah buat saya bukan cuma sebuah kecukupan mental, jiwa, raga, atau sekedar SIAP.
Tapi materi juga harus siap.
Mau makan apa kalau kerja aja masih serabutan atau gaji selalu habis tiap awal bulan?
Mau beli bahan makanan pakai apa kalau pengeluaran masih lebih besar ketimbang pemasukan?
Mau bayar rumah sakit bagaimana kalau istri melahirkan, kalau setiap bulan masih bergantung limit kartu kredit?
Wah, jujur saya ngeri bayanginnya.
Bagaimana saya memenuhi kebutuhan saya selama ini yang 50% masih disupport orang tua?
Apakah nanti suami saya sanggup memenuhi kebutuhan saya?

Despite all the arguments and quarrels I mentioned above, lucky me I have a super understanding man for this needs issue.

Mungkin banyak pasangan yang melakukan hal yang saya lakukan bersama si pacar.
Mungkin sistemnya lain, tapi intinya, kita berusaha, dia berusaha untuk belajar memenuhi kebutuhan saya setiap bulan.
Kebutuhan terbesar saya sebenarnya bukan baju, bukan perhiasan, bukan barang-barang.
Kebutuhan terbesar, pengeluaran terbesar lebih tepatnya, adalah MAKAN.
Iya, makanan adalah pengeluaran terbesar saya setiap bulannya.

Saya suka makan, hobi makan, pemburu makanan, dan sangat cinta makanan enak.
Intinya saya 70% menghabiskan saat-saat makan saya di luar.
Atau saya sering berkunjung ke restoran atau tempat favorit saya.
Jadi setiap bulan, si pacar memberikan alokasi dana dengan jumlah yang sama, untuk pengeluaran makan (baca: have fun).
Kalau sampai melebihi budget yang ada, bulan depan akan dipotong sesuai dengan kekurangan bulan sebelumnya. Kalau lebih akan dimasukkan tabungan bersama milik kami berdua.
Kesannya seru ya?
Seru kalau bisa mengerem hobi makan saya.
Sayangnya kadang kalau pas sedang ngidam ini itu, susah banget untuk stop diri untuk tidak makan ini atau itu.
Alhasil kadang setiap bulan pas habis atau dengan terpaksa menunda keinginan untuk makan ini itu.
Tapi kalau sekarang mengecek saldo tabungan, rasanya senang banget.
Karena tabungan itu rencananya akan digunakan untuk membeli barang-barang untuk mengisi rumah kita kelak di masa depan (aduh berasa lama ya).

I appreciate his willingness to understand and try to fulfill my personal needs. It also helps myself to adjust my needs --to spend only with what I've got.
Eitherway it's a good exercise for our future life as family. Early learning/education is always a good start to step into a bigger world, right? ( :

Anyway, seiring berjalannya waktu (awalnya susah banget untuk ngerem keinginan saya untuk makan ini itu di saat yang berdekatan), saya belajar untuk menghargai yang saya punya dan sebisa mungkin lebih banyak menabung ketimbang membuang uang untuk makan makanan mahal yang kadang belum tentu enak ( :
Tapi itu tidak menghentikan hobi saya sebagai food hunter. Hanya saja sekarang lebih pintar memilah ( ;

Lagipula, sekarang kita berdua sama-sama sibuk, jadinya jarang ada waktu untuk keluar makan yang terlalu jauh, karena biasanya kerjaan kita berdua baru selesai di sore menjelang malam, sama-sama terlalu capek untuk keluar ke area Jakarta.

In conclusion, I guess I am not ready to get married, just yet.
Let's do things we can do while we are still young (and not married)!


cheers,

meL

No comments: