Monday, December 26, 2011

drive......me nuts.

Menyetir di Jakarta (jangankan Jakarta, Tangerang aja deh gak usah jauh-jauh) adalah sebuah hal LUAR BIASA yang saya yakin tidak semua orang bisa........dengan benar.

Saya kadang tidak mengerti, beberapa orang menyetir seakan dunia milik mobilnya sendiri.
Ya emang sih, SIM gampang cuma nembak, 2 jam jadi.
Tapi bukan itu inti permasalahannya.

Bagaimana style menyetir anda?
Apakah dengan SIM tembakan (atau tidak), anda mampu menyetir dengan baik dan benar?
Mampu bertoleransi dengan pengemudi lain?
Mampu mengendalikan emosi anda di jalanan?
Ingat, jalanan bukan rumah tangga anda yang bebas lempar piring kala anda emosi.

Contoh simple tadi siang, saya akan pergi ke Gading Serpong dari Lippo.
Sebenarnya kalau saja jalanan baik dan semua pengemudi baik, harusnya sampai di bawah 15 menit, mentok 20-25 menit (dengan kecepatan normal cenderung rendah).
Saya sudah tertinggal sekian menit untuk meeting dengan teman, tentu saya harus sedikit memburu waktu.
Yang terjadi adalah (yaa biasanya kalau buru-buru ada saja kan keadaannya?) mobil depan saya, menyetir dengan super lambat.
Mending kalau lambat jalan di lajurnya, ini lambat dan di tengah-tengah tanpa berniat (atau terlalu CERDAS untuk tidak untuk memberi jalan).
Saat lampu hijau untuk kendaraan yang hendak belok ke kanan, alih-alih dia maju untuk menghentikan laju angkot dan motor yang biasa main seradak-seruduk, dia stop. STATIC di tempat.
Dalam hati saya cuma bisa nyebut "Celaka ini orang antara lagi telepon, baru belajar, atau terlampau cerdas."
Setelah menunggu sekian menit sampai dia maju (setelah rupanya dia bergulat dengan keinginan untuk maju atau beramal kepada sekian banyak angkot dan motor dan menikmati bunyi klakson panjang dari saya dan sekian mobil di belakang).
Belum cukup tadi dia berhenti begitu saja dan melakukan kegiatan amal, lagi-lagi dengan laju sangat amat lambat dia menyusuri jalanan yang notabene sangat sempit itu dan memakan sekian menit hanya untuk belok kiri.
Lagi-lagi di jalanan arah Kelapa Dua menuju Gading Serpong, yang minim lajur dan terlalu sempit untuk menyalip jika muak dengan lambatnya mobil depan, dia menyetir dengat amat sangat lambat.

Mungkin kalau saya akan melahirkan dan bayinya sungsang, saya atau bayi saya sudah mati di jalan (amit-amit).


Emosi sudah sampai di ubun-ubun kepala, diklakson tetap gak mau maju, dilampu tembak tetap begitu.
Akhirnya saya pasrah.
Pasrah untuk mencari celah menyalip si cerdas livina silver itu.
Dengan sepersekian detik dan sepersekian sisa jalanan yang ada, mau tidak mau saya harus memaksa maju untuk menyalip, secara si cerdas itu tetap di tengah-tengah jalan tanpa sedikitpun mengerti untuk sedikit ke kiri.
Karena jalanan di depan berikutnya akan penuh lubang dan polisi tidur, saya ambil chance saya untuk menyalip.
And i did it.


Bukan bermaksud menstereotypingkan, atau berusaha merendahkan gender sendiri (saya perempuan, tulen), rupanya si pengemudi itu perempuan.
Annoying.


Kenapa rata-rata semua orang (baca: laki-laki) yang saya kenal selalu bilang "Pantes lama, perempuan sih" kalau bertemu mobil yang menyetirnya tidak baik atau terlalu lama lajunya?
Kenapa perempuan di sama ratakan kemampuan menyetirnya?

Kenapa para perempuan itu tidak berusaha mengerti bahwa ada ketentuan-ketentuan tertentu dalam berkendara di jalanan?
Semua orang yang menyetir pasti ada masa takut-takutnya.
Saya juga alami.
Tapi di awal dulu saya selalu berusaha tetap pada jalur saya di paling kiri, karena SAYA SADAR SAYA LAMBAT.
Mana pernah sekalipun saya berusaha atau berani menyalip saat saya tahu saya tidak mampu atau tidak berani.
Dan sekali lagi, kalimat motto saya, "Kalau saya bisa, kenapa orang lain tidak bisa?"
Apa susahnya sih belajar untuk mengemudi dengan benar?
Kalau melakukan satu atau dua kesalahan, bisa kan diingat dan diperbaiki tanpa berusaha mengulang?
Apa susahnya belajar menjadi lebih baik?
Hidup saja belajar terus, masa menyetir asal-asalan?

Tidak perlu sok bisa kalau memang tidak bisa.
Kalau belum mampu melaju dengan lancar di jalanan sempit, lewat jalan yang besar.
Tidak perlu sok kencang kalau cuma mencelakakan diri sendiri atau orang lain, tanpa tahu kemampuan diri sendiri dan mobil yang dikendarai.
Anda tahu kalau kemampuan mengerem tiap kendaraan berbeda?

Itu sebabnya 99% supir Metromini tidak pernah mengerem, mereka selalu menghindar.

Kalau memang belum bisa parkir, coba cari ladies parking.
Atau kalau sadar belum bisa parkir, belajar dulu baru ke mall.
Jangan bikin antrian mobil di belakang anda klakson seperti konser orkestra atau menunggu lama hanya karena anda maju mundur berjuta kali hanya untuk memasukkan mobil ke satu kotak.

Modal menyetir bukan cuma nekat atau SIM tembakan.
Ada banyak hal, pengetahuan rambu, tahu jalur anda, tahu batas kecepatan, tahu aturan belok, tahu aturan ini itu.
Jangan jadi batu kali di tengah-tengah jalanan, nyusahin orang lain.

Saya tidak bilang saya jago nyetir.
Yang jelas saya selalu berusaha mematuhi rambu dan aturan.
Saya tidak pernah berusaha mencelakakan orang lain dengan tiba-tiba memotong dari kiri secara tiba-tiba atau memotong lajur orang seenaknya.
Kalau saya sadar saya lambat, saya selalu ambil lajur paling kiri.
Kalau saya mau belok saya selalu kasih lampu sign.
Kalau saya mau pindah jalur saya juga selalu kasih lampu sign.

Tidak ada yang namanya surprise! di jalanan, sepersekian detik menyangkut nyawa anda dan orang lain.
Lebih tepatnya, ketololan dan/atau ketidak mau tahuan anda berpengaruh sangat besar.

REM
Rem mendadak itu sangat menyebalkan buat mobil belakang anda jika sedang di keadaan macet.
Tidak masuk akal jika anda tidak melihat jarak antara anda dan mobil depan anda kan?
Apa susahnya berhenti sesuai jarak aman dan tanpa mengagetkan pengemudi belakang anda?

Jarak aman tidak berlaku saat macet. Stop memberi jarak 30m saat macet parah atau antre di gerbang tol.
Itu namanya toleransi.
Mengerem saat kendaraan depan anda masih sangat amat jauh, luar biasa kekhawatiran dan paranoid anda padahal anda menyetir dengan kecepatan sangat lambat.

Lajur paling kanan di tol adalah untuk kendaraan sangat cepat dan untuk mendahului.
Bukan lajur leha-leha atau untuk belajaran.
Bukan lajur "Oh suka-suka gue dong mau pake lajur mana".
Bukan lajur milik nenek moyang anda
Bukan lajur "Bentar lagi telepon".
Juga bukan lajur dengan kecepatan di bawah 80km/jam.

Saat anda tidak bertoleransi seperti itu, yang terjadi adalah lajur kiri akan menjadi ajang balap Nascar.
Semua yang cepat akan memilih lajur kiri dan MENYALIP dari arah kiri.
Kebayang kan bahayanya?


Tidak ada yang namanya "Suka-suka gue dong mau lewat mana kek" walau jalanan itu yang bikin bapak atau diri anda sendiri sekalipun.
Jalanan itu milik umum dan milik semua orang dan seharusnya semua orang sadar diri.

Tahu bedanya garis lurus dan putus-putus?
Tahu kalau mau belok ke kiri atau kanan harus ambil lajur yang akan anda lalui?
Kalau anda mau ke kanan ya antre di lajur kanan.
Begitu juga kalau anda mau ke kiri.
Bukan potong lajur seenaknya.
Bukan sodok lajur orang.
Semua orang buru-buru, semua orang mau cepat.
Kalau anda tidak bisa belajar antre, bagaimana mau lancar dan cepat?

Saya cukup emosi hari ini dengan traffic yang ada, ketololan-ketololan di jalanan, dan chaosnya jalanan.
Andai semua orang bisa belajar toleransi, mengemudi dengan baik dan benar, dan sedikit mau mengerti kemampuan diri sendiri, mungkin jalanan bisa sedikit lebih terkendali.

Kuncinya cuma ada di diri kita masing-masing kok.

2 comments:

Ms Mushroom said...

wetsah .... emosi bener neng, sampe tumben2an nulis pake bahasa indonesia, hahahaha ...

alhamdulillah sih, saya sebagai perempuan bisa berhati-hati di jalan. Kalau giliran ngebut ya ngebut, giliran mesti kalem ya kalem aja :D

the ugly duckling said...

emosii mbaaakk.. gemas bangetttt....
di jakarta itu chaos bgt....